Categories
Artikel Seminar

Peran Insinyur Teknik Pangan ITB Diperlukan untuk Masa Depan Pangan Indonesia

BANDUNG, itb.ac.id – Himpunan Mahasiswa Teknik Pangan Institut Teknologi Bandung (HMPG ITB) menyelenggarakan webinar mengenai teknik pangan pada Sabtu (5/2/2022). Sebagai salah satu rangkaian acara dari Food Engineering Festival (FEF ITB), kegiatan ini mengangkat judul “Foreseeing The Future of Food Engineering” dengan narasumber Dr. Ir. Dianika Lestari, S.T., M.T.

Dosen Teknik Pangan ITB itu mengawali paparan mengenai peran para insinyur pangan atau food engineer, yaitu dalam merancang dan mengembangkan teknologi serta sistem untuk proses produksi, distribusi, penyimpanan hasil pertanian serta bahan ingridien pangan dalam skala komersial. “Insinyur pangan juga berperan dalam menemukan solusi untuk mengatasi permasalahan dalam pengolahan pangan pada skala industri,” jelas Dr. Dianika.

Tentunya untuk melakukan berbagai tugas tersebut, para insinyur pangan tidak sendirian. Terdapat berbagai aspek yang harus dipahami oleh para insinyur pangan. Mulai dari komoditas pangan di mana para insinyur pangan akan bekerja sama dengan para insinyur pertanian dan insinyur teknik pasca panen.
Lalu para insinyur pangan juga harus paham mengenai aditif pangan serta food ingredients untuk menghasilkan produk pangan yang aman dan baik, lalu dapat didistribusikan kepada masyarakat umum di pasaran.

Saat ini, tentunya masih ada beberapa permasalahan dalam sektor pangan di Indonesia. Pertama, pemanfaatan bahan baku pangan khas Indonesia untuk bahan komponen penyusun atau ingridien pangan masih terbatas. Selain itu, ahli teknik proses kimia Indonesia masih terbatas dalam melakukan perancangan teknologi proses produksi pangan untuk mengolah bahan baku pangan lokal khas Indonesia secara berkelanjutan.

Maka dari itu, para insinyur pangan dari program studi Teknik Pangan memiliki berbagai tugas dan peran untuk masa depan pangan Indonesia. Pertama, insinyur pangan Indonesia harus mampu menciptakan teknologi baru untuk memanfaatkan potensi sumber daya pangan Indonesia. Hal ini tentunya menjadi hal yang harus segera direalisasikan karena Indonesia memiliki sangat banyak potensi sumber daya pangan yang kaya akan kandungan gizi yang dapat dikomersialisasi dan juga dikembangkan untuk membantu perekonomian, mensejahterakan masyarakat, serta memajukan negara Indonesia.

Kedua, kualitas serta mutu pangan yang dihasilkan harus sangat diperhatikan dan juga dijaga dengan sangat baik karena bahan pangan adalah bahan yang sensitif dan langsung bersentuhan dengan manusia sepenuhnya. “Hasil pangan harus terjaga kontinuitasnya, kualitasnya, serta kapasitasnya agar bisa diterima di kalangan Industri,” tegas Dianika.

Pangan yang sehat dan lezat harus menjadi tujuan perakitan teknologi pengolahan pangan masa depan. Produksi pangan sehat pada skala industri komersial akan menjadikannya lebih terjangkau untuk masyarakat luas.

Di sisi lain, para insinyur dari Teknik Pangan serta ITB pada umumnya, telah turut berkontribusi pula untuk menghasilkan berbagai teknologi pengolahan pangan masa depan untuk Indonesia. Hasil yang diciptakan adalah Closed Circulated Batch Reactor dan Closed Circulated Semi-Continuous Reactor. Kedua reaktor ini memiliki berbagai kelebihan. Mulai dari konsumsi air yang lebih efisien, kontrol kehigienisan yang lebih baik, serta muatan bahan untuk diproses yang lebih besar.

Permasalahan kedua yang juga harus dapat diatasi oleh para insinyur pangan adalah food waste atau limbah pangan yang kini menjadi masalah besar di seluruh dunia. Dalam skala nasional, estimasi total food loss atau food waste Indonesia mencapai 18 hingga 31 juta ton per tahun. Tentunya, hal ini merupakan kondisi yang mendesak untuk diperbaiki. Solusi yang kini sedang dikembangkan oleh para insinyur pangan adalah teknologi pengolahan buah kering dan pengolahan lanjut limbah pangan menjadi bahan yang bisa dimanfaatkan untuk hal lain.

“Bukan hanya itu, insinyur pangan juga harus mampu memperbaiki teknologi yang sudah ada saat ini menjadi teknologi yang lebih efisien dan lebih hemat sumber daya,” terang Dianika.

Selain itu, lanjut Dianika, para insinyur pangan juga harus beradaptasi dan juga bisa mengikuti perkembangan zaman terutama pada Industry 4.0 yang marak dengan otomasi industri, terutama pada sektor food processing, food packaging, dan food servicing yang kini banyak dijalankan oleh mesin dan teknologi.

Reporter : Yoel Enrico Meiliano (Teknik Pangan, 2020)

Categories
Artikel Seminar

Kontribusi Teknik Pangan ITB dalam Memajukan Industri Pangan Indonesia

BANDUNG, itb.ac.id—Prof. Lienda Aliwarga Handojo sebagai guru besar dari Ilmu Teknologi Pemrosesan Bahan Pangan, Fakultas Teknologi Industri ITB memaparkan berbagai riset dan penelitian yang telah dilakukan. Pemaparan dilakukan pada Sabtu (11/12/2021) bersamaan dengan orasi ilmiah yang ia sampaikan.

Penelitian Prof. Lienda berfokus pada riset berbasis bahan baku lokal seperti sawit, kelapa, kakao, singkong, dll. Proses penelitian dilakukan dengan memanfaatkan berbagai proses pengolahan untuk mendapatkan aneka produk pangan bernilai tambah termasuk mengurangi ketergantungan impor.

Penelitian pertama yang dilakukan adalah suplemen pakan ternak sabun kalsium. Tujuan penelitian ini adalah mengurangi impor susu Indonesia dengan meningkatkan produktivitas dan kualitas susu sapi lokal. Sabun kalsium atau sering dikenal dengan lemak kalsium, diperoleh dari reaksi Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) dengan kapur. PFAD merupakan produk samping proses pemurnian Crude Palm Oil yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia.

Suplemen ini dapat menaikkan produktivitas susu sapi perah secara signifikan termasuk kualitasnya. Hasil uji menunjukkan bahwa kualitas sabun kalsium yang dihasilkan sedikit lebih unggul dari produk serupa yang ada di pasaran luar negeri. Penelitian ini telah dituangkan dalam bentuk 3 buah paten.

Selanjutnya adalah penelitian fermented cassava flour (fercaf). Penelitian ini berhasil mengembangkan tepung fercaf yang berfungsi sebagai diversifikasi pangan atau sebagai substitusi impor tepung terigu. Hasil penelitian ini telah memperoleh paten dan diaplikasikan oleh PT Cassava Industri Estat Tujuh Sembilan di tahun 2017 dengan memproduksi tepung fercaf ini dalam skala komersial.

Beberapa penelitian lainnya juga berhasil dilakukan. Pengolahan whey untuk minuman bernutrisi misalnya. Whey yang merupakan limbah pabrik keju masih mengandung sekitar 6 gram protein/liter sehingga bisa diproses untuk menghasilkan minuman bernutrisi. “Pemrosesan air kelapa untuk minuman siap saji menggunakan teknologi membran. Maupun pemrosesan daun stevia sebagai sumber gula alami rendah kalori,” ujarnya.

Selain penelitian yang disebutkan sebelumnya, dilakukan pula adaptasi teknologi baru (novel processes) untuk pengolahan pangan. Pulse Electric Field untuk preservasi pasta alpukat dan pasta jahe. Karena seperti yang diketahui, alpukat merupakan buah yang tidak tahan panas sehingga preservasi secara termal tidak bisa dilakukan. Adapula edible coating yang bisa dimanfaatkan untuk memperpanjang umur simpan buah.

Prof. Lienda menyampaikan beberapa pesan tentang potensi industri pangan di masa mendatang. “Masih akan muncul beragam teknologi baru yang membutuhkan penyempurnaan melalui berbagai penelitian. Keberhasilan riset-riset di perguruan tinggi pun tidak dapat berjalan sendiri. Dibutuhkan sinergi dari semua pemangku kepentingan sebagai persiapan bangsa Indonesia untuk bersaing dan menghadapi tantangan global dalam industri pangan di masa depan,” tegas Prof. Lienda.

Reporter : Anastasia Meliana (Sains dan Teknologi Farmasi, 2019)

Categories
Artikel Kuliah Tamu

Kuliah Tamu PG3101 Satuan Operasi Teknik Pangan 1

Prodi Teknik Pangan ITB menyelenggarakan kuliah tamu pada kuliah PG3101 Satuan Operasi Teknik Pangan 1 dengan mengundang Prof. Mukund V. Karwe, Distinguished Proffesor di Department of Food Science, Rutgers University, New Jersey, Amerika Serikat. Beliau adalah salah satu tim advisory board prodi Teknik Pangan ITB. Kuliah diselenggarakan sebanyak 4 pertemuan dari tanggal 9 hingga 30 November 2021. Beliau memaparkan mengenai teknologi ekstrusi dan beberapa teknologi baru dalam pengolahan pangan, yaitu pemrosesan bertekanan tinggi (High Pressure Processing) dan pemrosesan pangan menggunakan microwave. Kuliah tamu dilakukan secara langsung dari Amerika Serikat menggunakan media Zoom.

Categories
Artikel Kuliah Tamu

Prodi Teknik Pangan ITB Gelar Webinar tentang Pengolahan dan Fermentasi Coklat

BANDUNG, itb.ac.id—Prodi Teknik Pangan, Fakultas Teknologi Industri (FTI) Institut Teknologi Bandung dan Departemen Professional Development Himpunan Mahasiswa Teknik Pangan ITB (HMPG ITB) sukses menyelenggarakan webinar terkait Pengolahan dan Fermentasi Coklat, Sabtu (6/11/2021) lalu.

Kegiatan yang masuk dalam rangkaian acara “Webinar Alkalisasi Proses Nibs, Massa, dan Cake Kakao” itu menghadirkan Direktur Espe Food serta penulis buku “Kakao dan Teknologi Produksi Coklat”, Drs. Susanto Purwo sebagai narasumber dan pembawa materi.

Susanto mengatakan, Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki peran besar dalam pertumbuhan kakao. Data mencatat, pada tahun 2012, pertumbuhan kakao di Indonesia mencapai angka 400.000 ton per tahun. “Indonesia mulai memperkenalkan tumbuhan kakao pada tahun 1880 – 1889 dan pertumbuhan kakao di Indonesia pada rentang tahun tersebut sudah mencapai 12 ton per tahun, kemudian menjadi 2300 ton per tahun pada tahun 1911,” jelasnya.

Apa saja jenis buah kakao? Dijelaskannya, terdapat berbagai jenis buah kakao, mulai dari Criollo, Forastero, Trinitario, dan Arriba. Setiap jenis buah kakao tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing. Kakao jenis Criollo memiliki karakteristik rasa malt, lalu kakao jenis Forastero memiliki warna ungu tua dan memiliki rasa cocoa yang kuat. Kemudian kakao jenis Trinitario yang berasal dari Trinidad memiliki warna ungu muda dan kakao jenis Arriba yang berasal dari Ekuador memiliki rasa yang sangat bagus dan waktu fermentasinya hanya 24 jam.

Untuk proses fermentasinya, ia menjelaskan, terdapat dua proses di dalam fermentasi kakao yaitu proses aerobik dan proses anaerobik. Ia menjelaskan bahwa pada fermentasi di luar biji kakao, mulanya getah mengalami fase anaerobik selama 1 sampai 2 hari, kemudian menjadi aerobik dengan terbentuknya asam asetat di dalam pulpa.

Proses anaerobik di dalam biji kakao bersifat hidrolitik dan dimulai dengan reaksi enzimatik. Enzima glikosidase merubah pigmen warna dari biji menjadi sukrosa dan cyanidin melalui proses hidrolisa. Selain itu, Enzima Invertase juga mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.

Selanjutnya, fase aerobik baru terjadi setelah pemecahan sel dan masuknya oksigen ke dalam biji kakao. Dalam proses ini, senyawa cyanidin dan senyawa kompleks dari proteina-phenol berubah warna menjadi coklat tua. Kemudian quinone bergabung dengan senyawa amine, asam amino, dan senyawa yang mengandung sulfur menjadi senyawa yang mengurangi rasa pahit.

“Selain itu, juga terjadi reaksi di dalam biji kakao yang membentuk senyawa yang disebut aroma precursor. Senyawa-senyawa ini yang akan membentuk aroma kakao ketika disangrai,” ujar Susanto.

Terakhir, Susanto menjelaskan tentang cara memeriksa kualitas biji kakao. “Salah satu hal terpenting yang harus dilakukan adalah tes pembelahan biji untuk memeriksa kualitas,” ucapnya. Selain itu, juga ada cara pemeriksaan kualitas biji kakao lainnya yaitu indeks fermentasi. Indeks fermentasi berfungsi untuk mengetahui secara eksak apakah biji kakao terfermentasi dengan baik atau tidak.

Reporter: Yoel Enrico Meiliano (Teknik Pangan, 2020)