[:id]
[:]
[:id]
[:]
[:id]
Ketika sektor wisata terpuruk pandemi COVID-19, petani di Desa Jayagiri, Lembang Kab. Bandung Barat harus berjuang bertahan hidup karena pemasukan mereka dari sektor wisata berkurang drastis. Salah satu upaya dilakukan oleh Forum Penyelamat Lingkungan Hidup (FPLH) di Desa Jayagiri yang mengajak sekitar 100 warga di daerah tersebut untuk mencari pemasukan alternatif melalui budidaya daun stevia, sebuah komoditas yang dapat diolah menjadi gula rendah kalori.
Guna memperpanjang usia simpan, daun stevia harus dikeringkan sebelum dikirim ke produsen gula atau minuman olahan. Namun, petani stevia belum memiliki teknologi pengeringan yang mampu menjaga kualitas daun saat proses pengeringan dan juga mampu beroperasi di berbagai kondisi cuaca. Proses pengeringan daun dengan cara dijemur membuat kualitas daun kering rendah, karena warnanya menjadi cokelat, selain potensi terkontaminasi debu, serangga, atau hewan ternak.
Oleh karena itu, tim ilmuwan ITB yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Lienda Aliwarga, M.Eng., dari Kelompok Keahlian Teknologi Pengolahan Biomassa dan Pangan Fakultas Teknologi Industri (FTI) ITB bersama dengan Dr. Ir. Antonius Indarto melakukan pengabdian kepada masyarakat dalam penerapan teknologi pengeringan untuk meningkatkan nilai ekonomi daun stevia kering dalam meningkatkan nilai jual daun stevia serta kualitas dan higienitas komoditas tersebut sehingga kesejahteraan para petani stevia dapat meningkat.
“Melalui kegiatan wawancara kepada FPLH dan berbagai studi literatur dan eksperimen sederhana, tim pengabdian masyarakat berhasil memilih alat pengering yang cocok untuk pengeringan daun stevia dan menghibahkan alat tersebut kepada komunitas FPLH,” kata Prof. Lienda.
Setelah mendapatkan alat yang cocok, tim melakukan sosialisasi kepada masyarakat di Desa Jayagiri agar dapat mengoperasikan alat dengan baik. Dalam acara sosialisasi juga hadir masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai petani kopi, jeruk, terong, pengrajin rengginang, hingga berbagai pelaku UKM lainnya yang juga dapat memanfaatkan alat pengering tersebut.
“Kondisi operasi alat pengering ini belum dicari agar dapat menghasilkan perubahan warna daun seminimal mungkin. Rencananya pada tahun depan dua orang mahasiswa akan melakukan penelitian di Desa Jayagiri untuk mendapatkan kondisi operasi terbaik,” jelas Prof. Lienda.[:]
[:id]
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan survey lokasi pengeringan buah-buahan di Desa Inerie, Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada Jumat (22/07/2022).
LPPM ITB yang terdiri atas dua dosen Fakultas Teknologi Industri ITB, yaitu Prof. Dr. Ir. Lienda A. Handojo (Teknik Pangan ITB) dan Ir. Sanggono Adisasmito, M.Sc, Ph.D (Teknik Kimia ITB) serta dua mahasiswa Teknik Pangan ITB, bermitra dengan New Eden Moringa menggelar giat survey lokasi pengeringan buah-buahan mengingat potensi hasil buah buahan di NTT yang terbilang tinggi dengan kualitas sangat baik pula.
“Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan daerah produksi buah-buahan yang berlimpah. Selain jumlah produksi yang terbilang tinggi, buah buahan di NTT juga punya karakteristik tersendiri” Ujar Prof.Dr. Ir. Lienda A. Handojo, yang merupakan ketua tim dari LPPM-ITB untuk topik pengeringan buah ini.
Namun demikian, lanjut Lienda Handojo yang juga merupakan dosen Program Studi Teknik Pangan dan Teknik Kimia ITB itu, jumlah produksi buah-buahan yang terbilang tinggi terkadang tidak terserap ke pasar pada saat panen, sehingga harga jatuh dan pada akhirnya membusuk.
Untuk mengatasi masalah pembusukan dan juga tingkat penjualan buah-buahan rendah, LPPM ITB bersama New Eden Moringa berinisiatif untuk melakukan program pengeringan buah-buahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
“Diharapkan dengan metoda ini buah mempunyai umur simpan yang lebih panjang sehingga harga jual tidak jatuh saat panen. Pada akhirnya penghasilan petani meningkat yang selanjutnya berdampak pada meningkatnya perekonomian masyarakat”, ujar Lienda Handojo.
Tempat pertama yang menjadi target team ITB dan New Eden Moringa ialah Desa Inerie, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
“Team ITB bersama Owner New Eden Moringa, Lieta menyambangi aparat Desa Inerie untuk membahas program tersebut.” terang Lienda sat dihubungi redaksi Jurnal Flores dari Labuan Bajo pada Rabu malam, (27/7/2022).
Hasil dari survey tersebut, terdapat beberapa alternatif rumah warga yang dipilih team ITB dan New Eden Moringa untuk dijadikan lokasi pengeringan buah- buahan.
“Lokasi pemasangan alat lemari pengering yakni rumah ibu Imelda sedangkan alat greenhouse dryer dipasang di rumah ibu Ustina” katanya.
Pemilihan lokasi tersebut pun berdasarkan pertimbangan luas area dan akses bahan bakar atau energi demi mendukung aktivitas pengeringan buah-buahan.
Sumber: https://jurnalflores.co.id/atasi-pembusukkan-itb-terapkan-program-pengeringan-buah-di-ntt/[:]
BANDUNG, itb.ac.id – The food industry is a promising industry. Along the time, it produces food needs from various sides, one of which is packaging technology. Packaging technology is important at this time because it can provide a longer food shelf lifeso that it can be consumed at the right time.
In the past, food was still limited to certain areas, but nowadays the opportunity for food to be used as an industry is very global with the advancement of logistic access that reaches various places. In the guest lecture of the Food Engineering Department ITB, PG3205 course presented an inspiring packaging technology figure, Ariana Susanti.
Ariana Susanti is the Business Development Director of the Indonesian Packaging Federation (IPF), a non-profit organization that studies a lot about packaging technology in Indonesia. He presented a guest lecture entitled “The Packaging Industry in Indonesia: Recent Trends and Future Challenges, Especially for Food and Beverage Packaging” on Monday, April 18, 2022.
Ariana said that packaging is important because it maintains the shelf life of a food. Food or drink that is fit for consumption is if there are no change in color, taste, and smell when it is packaged. In addition, nowadays, packaging is no longer limited to its functional aspects, but also many other aspects such as the economic function that becomes the brand image of a food brand.
Different types of food products have different methods and packaging materials. Microorganisms, enzymes, light, temperature, and much more parameters affect the shelf life of food. Therefore, it is necessary to pay attention to the selection of the right material so that the packaging can be efficient.
“Good packaging can meet criteria including protection, logistics, marketing, cost calculations, and their impact on the environment. There are many types of packaging that can be applied to food and beverages. Of course, this criterion is returned to the packaging standards that are expected by the relevant parties,” she said.
The current trend of packaging refers to its safety for the surrounding environment as the community’s sense of environmental awareness grows. From this fact, some people tend to choose packaging that looks minimalist because it is considered fresher. Basically, there are six aspects that can be used as a reference in the current packaging development, including better, faster, safer, cheaper, smarter, and greener. better, faster, safer, cheaper, smarter, dan greener.
The features on the packaging are no longer just limited to ingredients and nutritional value. Many industries offer superior innovations in the form of QR codes that can contain certain application features.
The challenge faced by Indonesia in the food industry is that people’s purchasing power is still limited so that sometimes packaging is still not a crucial thing for Indonesian consumers. Not to mention the sharp market fluctuations as a result of the Covid-19 pandemic, which will cause Indonesia to experience logistical difficulties throughout 2021, thereby increasing packaging raw materials price.
“In fact, when we look at the opportunities that exist, the packaging industry in Indonesia has a strategic market and shows a significant trend. The packaging trend in Indonesia can be seen from the widespread use of e-commerce which requires special packaging. In addition, the consumption of frozen food for long-lasting food is also an alternative for most people,” she explained.
Reporter: Lukman Ali (Mechanical Engineering, FTMD 2020)
[:id]
“Segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia tanpa memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia…”
(Djuanda Kartawidjaja, 1957)
Sudah saatnya kita mulai memikirkan bagaimana mengembangkan teknologi-teknologi milik sendiri yang padan diterapkan di Indonesia sebagai suatu negara kepulauan
FTI ITB dan Universitas Pattimura mengundang para peneliti, praktisi, dan pengembang teknologi untuk berdiskusi bersama dalam International Seminar on Chemical Engineering (STKSR) 2022 yang bertajuk “Membangun Indonesia melalui Pengembangan Teknologi Padan Negeri Kepulauan”.
Informasi lebih lanjut dan pendaftaran dapat dilihat melalui laman stksr.che.itb.ac.id.[:en]
“All the waters around, in between, and those that connect the islands that include the mainland of the Republic of Indonesia regardless or widespread is the reasonable parts of the land area of the Republic of Indonesia …”
(Djuanda Kartawidjaja, 1957)
It is time for us to start thinking about how to develop its own-owned technology that is applied in Indonesia as an archipelago
FTI ITB and Pattimura University invited researchers, practitioners and technology developers to discuss together in the International Seminar on Chemical Engineering (STKSR) 2022 titled “Building Indonesia through the development of archipelagic state technology”.
Further information and registration can be seen through page stksr.che.itb.ac.id.[:]
[:id]
BANDUNG, itb.ac.id – Susu merupakan salah satu jenis produk pangan yang paling populer sampai saat ini untuk berbagai kalangan usia mulai dari bayi, anak-anak, orang dewasa, hingga lansia. Susu juga menjadi produk yang digemari karena rasanya dan manfaat kesehatannya. Susu yang dikenal luas sebagai produk alamiah dari berbagai jenis tanaman dan binatang mamalia ternyata mengalami proses yang cukup panjang sebelum dapat dikonsumsi oleh kita.
Pada Sabtu (9/4/2022), Program Studi Teknik Pangan dan PT Langgeng Ciptalindo berkolaborasi dalam mengadakan kuliah tamu tentang “Liquid Milk Processing” yang dibawakan oleh Technical Project Manager dari PT Perfetti Van Melle Indonesia, Dedy Sandi Waskita, S.T., PMP., PRINCE 2.0. untuk mata kuliah PG4094 Perancangan Pabrik Pangan.
Secara umum, pemrosesan produk pangan pada skala industri dilakukan berdasarkan material dan fase produk yang terlibat. Jenis produksi ini terbagi ke dalam tiga jenis yaitu solid and liquid process, liquid and solid process, dan liquid and liquid process. Pemrosesan dan produksi susu termasuk ke dalam jenis liquid and liquid process karena material phase, in process, dan final product nya berupa liquid atau cairan. “Salah satu fokus utama dalam pengolahan susu adalah heat treatment yang salah satu tujuannya adalah untuk unsur higienitas,” ujar Dedy.
Peralatan yang terlibat dalam pemrosesan susu di industri pangan juga sangat beragam. Mulai dari process water heater, mixing tank, high shear mixer, chocco slurry tank, dan storage tank yang bekerja secara berurutan.
Pertama pada process water heater terjadi pemanasan air untuk menaikan temperatur. Kemudian mixing tank bekerja untuk mencampur zat yang dibutuhkan baik powder maupun liquid. High Shear Mixer berfungsi untuk menciptakan susu dengan komposisi yang sesuai kebutuhan dan keinginan. Lalu proses produksi berlanjut ke choco slurry tank yang berfungsi untuk memberi varian rasa pada susu, dan akhirnya hasil dari pemrosesan susu akan disimpan pada storage tank.
Dalam perancangan pemrosesan susu di pabrik, terdapat beberapa tahap yang harus dilalui. Prosesnya dimulai dari pemenuhan design requirement yang mengacu pada customer requirement dan standar vendor.
Lalu ada design phase yang melibatkan berbagai insinyur dari berbagai bidang ilmu keteknikan seperti process engineer dari Teknik Pangan dan Teknik Kimia, mechanical engineer dari Teknik Mesin, electrical engineer dari Teknik Elektro, dan juga automation engineer dari Teknik Fisika. Tahap selanjutnya adalah fase instalasi dan juga commissioning.
Pada tahap commissioning ini berbagai protokol kualifikasi instalasi harus dipenuhi sesuai standar. Mulai dari berbagai material dan item list, seal or elastomer certificate yang sudah memenuhi food grade, slope test report, welding map, 3D and PID drawing validation report, boroscope welding report, welding log report, welding test piece validation, hidrotest report, dan CIP validation test yang meliputi conductivity performance test, swab test performance, dan riboflavin performance test.
Reporter: Yoel Enrico Meiliano (Teknik Pangan, 2020)
[:en]
BANDUNG, itb.ac.id – Milk is one of the most popular types of food products to date for various ages ranging from infants, children, adults, to the elderly. Milk is also a popular product because of its taste and health benefits. Milk, which is widely known as a natural product from various types of plants and mammals, actually undergoes a long process before it can be consumed by us.
On Saturday (9/4/2022), the Food Engineering Study Program and PT Langgeng Ciptalindo collaborated in holding a guest lecture on “Liquid Milk Processing” which was presented by the Technical Project Manager from PT Perfetti Van Melle Indonesia, Dedy Sandi Waskita, S.T., PMP. , PRINCE 2.0. for the course PG4094 Food Plant Design.
In general, the processing of food products on an industrial scale is carried out based on the materials and product phases involved. This type of production is divided into three types, namely the solid to liquid process, the liquid to solid process, and the liquid to liquid process. Processing and production of milk is included in the type of liquid to liquid process because the material phase, in process, and the final product is in the form of liquid . “One of the main focuses in milk processing is heat treatment, one of which is for the element of hygiene,” said Dedy.
The equipment involved in milk processing in the food industry is also very diverse. Starting from the process water heater, mixing tank, high shear mixer, chocco slurry tank, and storage tank that work sequentially.
First, in the water heater process, water heating occurs to raise the temperature. Then the mixing tank works to mix the required substances, both in powder and liquid materials. High Shear Mixer serves to create milk with a composition that suits your needs and desires. Then the production process continues to the choco slurry tank which functions to give a variant of the taste to the milk, and finally the results from the milk processing will be stored in the storage tank.
In the design of milk processing in the factory, there are several stages that must be passed. The process starts from fulfilling design requirements that refer to customer requirements and vendor standards.
Then there is the design phase which involves various engineers from various fields of engineering such as process engineers from Food Engineering and Chemical Engineering, mechanical engineers from Mechanical Engineering, electrical engineers from Electrical Engineering, and also instrumentation engineers from Engineering Physics. The next stage is the installation and commissioning phase.
At this commissioning stage, various installation qualification protocols must meet the standards. Starting from various materials and items list, seal or elastomer certificate that fulfill food grade, slope test report, welding map, 3D and PID drawing validation report, boroscope welding report, welding log report, welding test piece validation, hydrotest report, and CIP validation test which includes conductivity performance test, swab test performance, and riboflavin performance test.
Reporter: Yoel Enrico Meiliano (Food Engineering, 2020)
[:]
[:id]
BANDUNG, itb.ac.id – Kualitas dan mutu dari produk pangan merupakan hal yang sangat penting untuk dikontrol dan dipersiapkan oleh sebuah perusahaan makanan, karena makanan merupakan hal yang bersentuhan langsung dengan tubuh manusia serta dapat memberikan efek yang signifikan terhadap tubuh manusia. Maka dari itu, proses pengendalian mutu pangan pada industri makanan perlu mendapat perhatian besar terutama terhadap karyawan.
Program studi Teknik Pangan, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung berkolaborasi dengan PT Langgeng Ciptalindo dalam pertemuan kuliah tamu untuk mata kuliah PG2202 Pengendalian Mutu Pangan pada Sabtu (9/4/2022). Narasumber yang membawakan materi adalah QA Operations Manager PT Bayer Indonesia, Dyah Arum Mulyaningsih, S.Si.
Dyah mengatakan, hal pertama yang harus dipenuhi terkait kebersihan dalam pengendalian mutu pangan adalah hygiene dan alur personel. “Alur personel wajib dibedakan dengan alur barang untuk mencegah cross contamination. Selain itu, para pekerja juga wajib mengenakan pakaian yang sesuai, bersih, dan bebas dari sobekan yang akan berisiko mengkontaminasi makanan jika sobekan benang jatuh. Pakaian kerja juga tidak boleh kancing dan kantong luar,” terang Dyah.
Hal lain yang perlu dijamin oleh pekerja juga adalah rambut, keringat, dan komponen lain dari tubuh pekerja tidak ada yang terjatuh ke dalam produk. Penggunaan sepatu tertutup, sarung tangan, dan hair net juga perlu digunakan agar produk tidak terkontaminasi rambut, kotoran tangan, dan komponen lain dari para pekerja. Selain faktor eksternal, faktor internal dari para pekerja juga memiliki aturan khusus dalam industri pangan.
“Jika ada karyawan yang sakit, wajib melaporkan kondisi kesehatan mereka. Terutama untuk penderita penyakit kuning, diare, muntah, demam, sakit tenggorokan, kulit terinfeksi, hingga sakit mata, telinga, dan hidung. Jika terinfeksi, karyawan tidak diperbolehkan menangani bahan makanan hingga sembuh,” papar Dyah.
Hal lain dari sisi internal karyawan yang tidak boleh dilakukan saat bekerja adalah bersin dan batuk di dekat produk, meludah, lupa mencuci tangan, dan tidak menjaga kebersihan kuku. “Merokok, makan, mengunyah, menggunakan perhiasan, menggunakan cat kuku, menggunakan kuku palsu, menggunakan tindik dan bulu mata palsu juga tidak diperkenankan saat bekerja,” tegas Dyah.
Dyah juga menjelaskan salah satu metode paling umum pada proses pengendalian mutu pangan yaitu Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Hazard atau kontaminan dalam produk pangan terbagi kedalam tiga kategori yaitu bahaya biologis, fisik, dan kimia. “Identifikasi bahaya harus dilakukan berdasarkan data dan informasi scientific, referensi, karakteristik produk, flow produk, dan faktor penunjang lainnya seperti alat dan bangunan,” papar Dyah.
Penentuan batas kritis dari setiap critical control point harus ditetapkan untuk setiap CCP, harus terukur, terdokumentasi, rasional, dan harus ada prosedur, spesifikasi, dan pelatihan. Setelah melakukan identifikasi bahaya, tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah evaluasi yang merumuskan terkait severity, probability, dan detectability dari bahaya yang teridentifikasi. Terakhir, dilakukan mitigasi dan CAPA Plan.
Reporter: Yoel Enrico Meiliano (Teknik Pangan, 2020)
[:en]
BANDUNG, itb.ac.id – The quality of food products is very important to be controlled and prepared by a food company, because food is something that is in direct contact with the human body and can have a significant effect on the human body. Therefore, the process of controlling food quality in the food industry needs to get great attention, especially for employees.
Food Engineering Department, Faculty of Industrial Technology, Bandung Institute of Technology collaborated with PT Langgeng Ciptalindo in a guest lecture meeting for the course PG2202 Food Quality Control on Saturday (9/4/2022). The speaker for this topic was the QA Operations Manager of PT Bayer Indonesia, Dyah Arum Mulyaningsih, S.Si.
Dyah said, the first thing that must be met regarding cleanliness in food quality control is hygiene and personnel flow. “The flow of personnel must be distinguished from the flow of goods to prevent cross contamination. In addition, workers are also required to wear clothes that are suitable, clean, and free from rips that will risk contaminating food if torn yarn fall. Clothes while working must also not have buttons and outer pockets,” explained Dyah.
Another thing that workers need to ensure is that hair, sweat, and other components of the worker’s body do not fall into the product. The use of closed shoes, gloves, and hair nets are also needed so that the product is not contaminated with hair, dirt, and other components of the workers. In addition to external factors, internal factors from workers also have special rules in the food industry.
“If there are employees who are sick, they must report their health conditions. Especially for people with jaundice, diarrhea, vomiting, fever, sore throat, infected skin, to sore eyes, ears, and nose. If infected, employees are not allowed to handle foodstuffs until they recover,” said Dyah.
Other things from the internal side of employees that should not be done while working are sneezing and coughing near products, spitting, forgetting to wash their hands, and not keeping their nails clean. “Smoking, eating, chewing, using jewelry, using nail polish, using artificial nails, using piercings and false eyelashes are also not allowed while working,” said Dyah.
Dyah also explained that one of the most common methods of controlling food quality is the Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Hazards or contaminants in food products are divided into three categories, namely biological, physical, and chemical hazards. “Identification of hazards must be carried out based on scientific data and information, references, product characteristics, product flow, and other supporting factors such as tools and buildings,” said Dyah.
Determination of critical limits of each critical control point must be set for each CCP, must be measurable, documented, rational, and there must be procedures, specifications, and training. After identifying the hazard, the next step that must be carried out is an evaluation that formulates the severity, probability, and detectability of the identified hazard. Finally, mitigation and CAPA Plan are carried out.
Reporter: Yoel Enrico Meiliano (Food Engineering, 2020)
[:]
[:id]
BANDUNG, itb.ac.id–Kopi adalah salah satu jenis minuman paling populer dan digemari di Indonesia bahkan di dunia. Selain memiliki rasa yang disukai banyak orang, kopi juga dikenal memiliki manfaat bagi kesehatan. Indonesia merupakan salah satu negara yang menghasilkan varietas biji kopi yang beragam dan berkualitas tinggi. Berbagai jenis olahan kopi telah dikenal luas di Indonesia.
Pada acara kuliah tamu untuk mata kuliah PG2206 Pangan Terfermentasi, Jumat (1/4/2022), Prodi Teknik Pangan, Fakultas Teknologi Industri ITB, dijelaskan salah satu metode pengolahan kopi dengan fermentasi oleh Ir. Eddy Kemenady., M.M., M.P. dari Kemenady Coffee and Co-Working Space.
Di awal materi, Eddy menjelaskan terkait kandungan dalam biji kopi. Kandungannya terdiri dari dua bagian utama yaitu lendir kopi atau mucilage dan daging buah kopi atau pulp. Selain itu, bagian lain yang terdapat pada biji kopi adalah parchment, silverskin, dan bean.
Secara komposisi kimia, lendir buah pada kopi didominasi oleh air hingga 84,2%. Lendir buah pada biji kopi juga terdiri dari protein sebesar 8,9% dan gula 4,1%. Sementara, kadar air pada daging buah kopi ada di angka 42,6% serta memiliki kadar selulosa sebesar 27,4%. Berbagai komponen lain seperti gula, tanin, mineral, lemak, resin, dan asam volatil lemak juga terdapat pada daging buah kopi.
Secara garis besar, tahap pemrosesan kopi melalui berbagai tahap. Biji kopi yang masih berjenis cherry akan melalui proses depulping, fermentation, demucilage, dan drying sebelum menjadi green beans. Setelah biji kopi telah menjadi green beans, biji kopi akan dipanggang hingga menjadi roasted beans. “Secara spesifik, pemrosesan kopi dibedakan menjadi dua metode yaitu dengan dry method dan wet method,” jelas Eddy. Setiap proses yang dilalui oleh biji kopi ini akan merubah lapisan yang ada pada biji kopi.
Eddy menjelaskan, pada proses fermentasi kopi, jenis bakteri yang dilibatkan adalah bakteri Saccharomyces cerevisiae dan lactic acid bacteria. Proses fermentasi ini dilangsungkan di coffee fermentation tank. “Fermentasi kopi alami melibatkan campuran berbagai jenis mikroba. Substrat fermentasi adalah lendir biji segar yang tersusun dari karbohidrat. Produk yang terbentuk dari proses ini akan bersifat asam dengan PH 4.1 hingga 4.3. Sumber N dari protein dan unsur mikro dan makro sering menjadi nutrisi pembatas yang menyebabkan terjadinya hambatan atau berhentinya proses fermentasi,” jelas Eddy.
Fermentasi pada kopi dilakukan pada alat yang menggunakan material SS 304 dengan temperatur yang sangat dikontrol. Untuk menghasilkan biji kopi dengan keasaman yang kompleks, proses fermentasi dilakukan pada suhu 4 – 8 derajat celcius. Sementara untuk menghasilkan biji kopi dengan kemanisan yang lebih tinggi, fermentasi dilakukan pada suhu 18 – 20 derajat celcius.
“Berbagai proses pada fermentasi kopi seperti penentuan suhu, durasi, penggunaan dan pemilihan jenis mikroba, kualitas air, dan kebersihan peralatan harus sangat diperhatikan agar dapat menghasilkan rasa dari biji kopi yang diinginkan,” papar Eddy. Berbagai kejadian yang harus dihindari saat melakukan fermentasi kopi adalah waktu fermentasi yang terlalu lama, proses pencucian yang buruk, kotornya tempat penjemuran biji kopi, dan juga mesin pengering yang terlalu panas.
Proses fermentasi kopi yang dilakukan dengan baik dan sesuai akan melahirkan berbagai hasil pada biji kopi seperti penurunan kandungan oksigen, peningkatan kadar karbondioksida, penurunan kadar air, penurunan PH, dan terbentuknya berbagai produk fermentasi seperti asam laktat, asam asetat, asam propionat, asam format, etanol, hidrogen peroksida, senyawa volatil sebagai zat pengawet makanan, hingga meningkatnya citarasa kopi.
Berbagai contoh produk hasil fermentasi dari kopi yang sukses di pasaran di antaranya adalah kopi Arabica Gunung Arca, Robusta Gunung Arca, Kleverig Blend, Emergency Blend, Arabica Blend Banana Koko, Arabika Anaerob Gunung Arca, Arabica Cianjur Carbonic Maceration, dan Frinsa Super Ateng.
Reporter : Yoel Enrico Meiliano (Teknik Pangan, 2020)
[:en]
BANDUNG, itb.ac.id–Coffee is one of the most popular drinks in Indonesia and even in the world. Besides having a taste that many people like, coffee is also known to have health benefits. Indonesia is one of the countries that produces various and high-quality varieties of coffee beans. Various types of processed coffee have been widely known in Indonesia.
In a guest lecture for the course PG2206 Fermented Food, Friday (1/4/2022), Food Engineering Department, Faculty of Industrial Technology ITB, explained one method in coffee processing which is fermentation that is carried by Ir. Eddy Kemenady., M.M., M.P. from Kemenady Coffee and Co-Working Space.
At the beginning of the material, Eddy explained the content of coffee beans. Coffee bean consists of two main parts, namely coffee mucilage and coffee fruit pulp. In addition, other parts found in coffee beans are parchment, silverskin, and bean.
In chemical composition, fruit mucilage in coffee is dominated by water up to 84.2%. The fruit mucus in coffee beans also consists of 8.9% protein and 4.1% sugar. Meanwhile, the water content in coffee fruit pulp is at 42.6% and cellulose content is 27.4%. Various other components such as sugar, tannin, minerals, fats, resins, and volatile fatty acids are also found in coffee fruit pulp.
Broadly speaking, the coffee processing stage goes through various stages. Coffee beans that are still in the cherry phase will go through a process of depulping, fermentation, demucilage, and drying before becoming green beans. After the coffee beans have become green beans, the coffee beans will be roasted until they become roasted beans. “Specifically, coffee processing is divided into two methods, namely the dry method and the wet method,” explained Eddy. Each process that the coffee beans go through will change the coating on the coffee beans.
Eddy explained that in the coffee fermentation process, the types of bacteria involved were Saccharomyces cerevisiae and lactic acid bacteria. This fermentation process is carried out in a coffee fermentation tank. “Natural coffee fermentation involves a mixture of different types of microbes. Fermentation substrate is fresh bean mucilage which contain carbohydrates. The product formed from this process will be acidic with a pH of 4.1 to 4.3. Sources of N from protein and micro and macro elements often become limiting nutrients that cause inhibition or cessation of the fermentation process,” explained Eddy.
Fermentation on coffee is carried out in a tool that is made of SS 304 material with a carefully controlled temperature. To produce coffee beans with complex acidity, the fermentation process is carried out at a temperature of 4 – 8 degrees Celsius. Meanwhile, to produce coffee beans with higher sweetness, fermentation is carried out at a temperature of 18 – 20 degrees Celsius.
“Various processes in coffee fermentation such as determining temperature, duration, use and selection of microbial types, water quality, and cleanliness of equipment must be considered in order to produce the desired taste of coffee beans,” said Eddy. Various cases that must be avoided when fermenting coffee are fermentation times that are too long, a poor washing process, dirty coffee bean drying places, and also drying machines that are too hot.
The coffee fermentation process that is carried out properly and appropriately will produce various results in coffee beans such as decreased oxygen content, increased carbon dioxide levels, decreased water content, decreased pH, and the formation of various fermentation products such as lactic acid, acetic acid, propionic acid, formic acid, ethanol, hydrogen peroxide, volatile compounds as food preservatives, to increase the taste of coffee.
Various examples of fermented coffee products that are successful in the market include Gunung Arca Arabica coffee, Gunung Arca Robusta, Kleverig Blend, Emergency Blend, Banana Koko Arabica Blend, Gunung Arca Anaerobic Arabica, Cianjur Carbonic Maceration Arabica, and Frinsa Super Ateng.
Reporter : Yoel Enrico Meiliano (Food Engineering, 2020)[:]